Pentingnya Riset untuk Menjamin Ketersediaan Konsumen Produk Vokasi Indonesia
Jakarta, Kemendikbud—Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Wikan Sakarinto mengatakan, salah satu indikator keberhasilan ‘pernikahan’ antara vokasi dan dunia usaha dunia industri (DUDI) ditentukan oleh konsumen/pengguna produk atau jasa yang dihasilkan.
“Please mindsetnya itu harus start from the end. Konsumennya ada nggak?,” ujar Wikan ketika menjadi narasumber dalam Pesta Pernikahan Vokasi dan Industri, Launching Produk dan Talkshow bersama Dirjen Pendidikan Vokasi yang diselenggarakan semi dalam jaringan (daring), di Solo.
Menurut Wikan, keselarasan produk yang dihasilkan dengan kebutuhan pasar merupakan fase akhir yang menentukan kualitas ‘pernikahan’ itu sendiri. Ia mengingatkan, jangan sampai seluruh tahapan proses pembuatan barang/jasa sudah dilalui namun bidang vokasi sebagai produsen bingung, siapa yang ingin membelinya.
“Yang harus kita perbaiki, sejak awal pernikahan itu selain bikin kurikulum magang, juga kita rancang riset bersama sehingga nanti ketika sudah jadi alat atau peralatan, paying customer sudah nunggu, (konsumen) cuma tinggal ambil,” katanya
Dirjen Wikan menyampaikan bahwa Kemendikbud terus mengawal agar ‘pernikahan massal’ antara vokasi dengan DUDI berhasil dengan baik. Ia menekankan, bahwa inisiasi program yang sudah digagas sejak awal jangan sampai mengecilkan hati produsen itu sendiri. “Ayo kita jemput bola,” ajaknya.
Akan tetapi, Wikan mengingatkan, keberhasilan pasar menyerap produksi dari vokasi, membutuhkan kerja sama seluruh lapisan masyarakat, yakni pemerintah daerah dan komunitas setempat. “Kita sudah punya starting dan jangan sampai ini menjadi discourage (bagi produsen di vokasi), kalau kita tidak turun untuk membantu,” imbuhnya.
Momentum perayaan HUT ke-75 RI diakui Wikan dapat menjadi pemantik rasa nasionalisme. Ia berharap, hal ini menjadi kesempatan bagi produk-produk Indonesia mendapat perhatian masyarakat. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk memajukan produk SMK dan politeknik vokasi di Indonesia dengan membeli produk dalam negeri, ciptaan teman sendiri. Wikan yakin, Indonesia dapat menjadi negara maju jika pendidikan vokasi, politeknik serta lembaga kursus dan pelatihannya juga maju
“Ayo kita bela produk dalam negeri ini dengan cara apa? Kita beli (produknya),”ajaknya.
Tercatat, Indonesia memiliki lembaga kursus dan pelatihan sebanyak 17.000, Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sekitar 14.000 dan 2.000 kampus vokasi. Dari jumlah tersebut, banyak pendidikan vokasi yang sudah menghasilkan produk hasil kolaborasi riset dengan dunia industri. Di antaranya adalah SMK Warga dan SMK Mikael Solo yang sudah memiliki produk mesin Computer Numerical Control (CNC) serta pendidikan vokasi Universitas Gajah Mada (UGM) juga memiliki produk serupa. (Denty A./Aline)
Views: 1